Makanan khas gempol KOTA ku
Jika melewati Bunderan Gempol, Pasuruan, baik yang menuju
arah Malang atau Pasuruan, Jawa Timur, di sepanjang jalan akan banyak dijumpai
para penjual klepon. Mereka membentuk warung-warung di pinggir jalan secara berderet-deret.
Meski yang dijual tak hanya klepon, namun kue ini seolah menjadi ciri khas daerah Gempol. Karena itu jika melewati daerah ini, rasanya kurang afdol jika tidak membawa oleh-oleh kue ini.
Melubernya lumpur Lapindo sepertinya tidak mempengaruhi para pedagang klepon. Penjualan mereka seperti normal-normal saja, bahkan deretan penjual yang ke arah Pasuruan sepertinya semakin bertambah banyak saja.
"Penjual klepon itu silih berganti, yang dulu berjualan sebelum Lumpur Lapindo mungkin sekarang sudah tidak jualan dan berganti penjual yang lainnya. Rejeki itu selalu ada saja jika kita tekun dan sabar," ungkap Mujiatun (46), penjual klepon yang warung berada di dekat tulisan selamat datang di Kabupaten Pasuruan.
Mujiatun mengaku menjual klepon sudah sejak tahun 2000. Hanya saja tempatnya sempat beberapa kali pindah. Untuk sekotak klepon yang berisi sepuluh butir, Mujiatun menghargainya Rp. 3.000. Saat ditanya soal keuntungannya, ia mengaku bingung menghitungnya. Hanya saja ia mengatakan jika tiga hari sekali ia belanja bahan-bahannya yang berupa tepung, gula, dan kelapa, yang menghabiskan uang sekitar Rp 200 ribu. Dalam sehari waktu jualan ia bisa mendapatkan uang Rp. 150 ribu sampai Rp 200 ribu.
Klepon Gempol bentuknya lonjong seperti buah jambu berwarna hijau muda dengan dipenuhi parutan kelapa, bentuknya yang unik menggoda orang untuk mencicipi. Di sini para pembeli bisa menyaksikan proses pembuatan, sambil menunggu pesanan kleponnya.
Proses menunggu klepon tidak membutuhkan waktu yang lama hanya sekitar lima menit, sebab penjual biasanya sudah membentuk dan tinggal memasukkan ke dalam air mendidih. Kue ini memang paling enak dinikmati selagi hangat, tapi harus hati-hati sebab gulanya kalau sudah pecah di mulut bisa terasa panas.
Klepon Gempol rasanya juga berbeda. Karena manisnya seperti madu. Rahasianya, kalau klepon biasa, umumnya diisi irisan gula merah, maka Klepon Gempol diisi campuran gula merah dan gula pasir yang sudah dicairkan terlebih dahulu.
Warna hijaunya juga berbeda, terlihat lebih muda, sebab menggunakan air perasan daun pandan. Cara membuatnya juga tidak terlalu sulit. Adonan dibuat dengan mengaduk tepung ketan, dengan air daun pandan sedikit demi sedikit. Setelah diuleni adonan dibulatkan sebesar kelereng. Kemudian, diisi cairan gula. Setelah itu dimasukkan dalam panci berisi air mendidih. Tunggu sampai klepon mengapung, lalu digulingkan dalam parutan kelapa yang sudah tersedia dalam sebuah wadah.
Klepon Gempol diperkirakan populer sejak akhir 90-an. Di beberapa daerah juga ada jenis makanan ini, hanya mungkin warna dan rasanya yang membedakannya. Jajanan tradisional ini, tampaknya bisa mempertahankan diri, di tengah gempuran aneka makanan, dan tampaknya pula tak terpengaruh oleh Lumpur Lapindo yang sempat mematikan beberapa usaha yang ada di jalur tersebut. Klepon Gempol tampaknya bisa keluar dari pusaran Lumpur Lapindo.
Meski yang dijual tak hanya klepon, namun kue ini seolah menjadi ciri khas daerah Gempol. Karena itu jika melewati daerah ini, rasanya kurang afdol jika tidak membawa oleh-oleh kue ini.
Melubernya lumpur Lapindo sepertinya tidak mempengaruhi para pedagang klepon. Penjualan mereka seperti normal-normal saja, bahkan deretan penjual yang ke arah Pasuruan sepertinya semakin bertambah banyak saja.
"Penjual klepon itu silih berganti, yang dulu berjualan sebelum Lumpur Lapindo mungkin sekarang sudah tidak jualan dan berganti penjual yang lainnya. Rejeki itu selalu ada saja jika kita tekun dan sabar," ungkap Mujiatun (46), penjual klepon yang warung berada di dekat tulisan selamat datang di Kabupaten Pasuruan.
Mujiatun mengaku menjual klepon sudah sejak tahun 2000. Hanya saja tempatnya sempat beberapa kali pindah. Untuk sekotak klepon yang berisi sepuluh butir, Mujiatun menghargainya Rp. 3.000. Saat ditanya soal keuntungannya, ia mengaku bingung menghitungnya. Hanya saja ia mengatakan jika tiga hari sekali ia belanja bahan-bahannya yang berupa tepung, gula, dan kelapa, yang menghabiskan uang sekitar Rp 200 ribu. Dalam sehari waktu jualan ia bisa mendapatkan uang Rp. 150 ribu sampai Rp 200 ribu.
Klepon Gempol bentuknya lonjong seperti buah jambu berwarna hijau muda dengan dipenuhi parutan kelapa, bentuknya yang unik menggoda orang untuk mencicipi. Di sini para pembeli bisa menyaksikan proses pembuatan, sambil menunggu pesanan kleponnya.
Proses menunggu klepon tidak membutuhkan waktu yang lama hanya sekitar lima menit, sebab penjual biasanya sudah membentuk dan tinggal memasukkan ke dalam air mendidih. Kue ini memang paling enak dinikmati selagi hangat, tapi harus hati-hati sebab gulanya kalau sudah pecah di mulut bisa terasa panas.
Klepon Gempol rasanya juga berbeda. Karena manisnya seperti madu. Rahasianya, kalau klepon biasa, umumnya diisi irisan gula merah, maka Klepon Gempol diisi campuran gula merah dan gula pasir yang sudah dicairkan terlebih dahulu.
Warna hijaunya juga berbeda, terlihat lebih muda, sebab menggunakan air perasan daun pandan. Cara membuatnya juga tidak terlalu sulit. Adonan dibuat dengan mengaduk tepung ketan, dengan air daun pandan sedikit demi sedikit. Setelah diuleni adonan dibulatkan sebesar kelereng. Kemudian, diisi cairan gula. Setelah itu dimasukkan dalam panci berisi air mendidih. Tunggu sampai klepon mengapung, lalu digulingkan dalam parutan kelapa yang sudah tersedia dalam sebuah wadah.
Klepon Gempol diperkirakan populer sejak akhir 90-an. Di beberapa daerah juga ada jenis makanan ini, hanya mungkin warna dan rasanya yang membedakannya. Jajanan tradisional ini, tampaknya bisa mempertahankan diri, di tengah gempuran aneka makanan, dan tampaknya pula tak terpengaruh oleh Lumpur Lapindo yang sempat mematikan beberapa usaha yang ada di jalur tersebut. Klepon Gempol tampaknya bisa keluar dari pusaran Lumpur Lapindo.
Sumber :
http://www.ayogitabisa.com/inspirasi/klepon-gempol-dalam-pusaran-lumpur-lapindo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar